Ancaman Wahabi bagi keberagaman di Indonesia

 Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menilai bahwa pola pikir Islam Timur Tengah tidak cocok dan sesuai dengan budaya Nusantara, namun banyak ormas Islam transnasional yang ingin menerapkan pikiran-pikiran Islam Timur Tengah di bumi Nusantara.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kiai Said saat memberikan sambutan dalam acara seminar “Keberagaman Beragama, Gerakan Takfir dan Deradikalisasi sebagai Tantangan Kerukunan Umat Beragama” yang diselenggarakan oleh International Center for Islam and Pluralism ((ICIP) bekerja sama dengan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) dan Kedutaan Kanada di Lantai 8 kantor PBNU (22/2).

“Pikiran Timur Tengah itu tidak cocok dengan Nusantara, maka itu harus kita tolak,” tegas Kiai Said.

Kiai Said menuturkan bahwa gerakan radikal masuk ke Nusantara pertama kalinya diawali oleh Imam Bonjol dengan pasukan Padrinya. Meski Imam Bonjol beraliran Wahabi, ia tidak mencampuri urusan domestik seperti mengkafirkan dan membid’ah-bid’ahkan umat Islam lainnya. Ia lebih mengarahkan perlawanannya untuk menghadapi kolonial. Gerakan Wahabi semakin mencuat dan berkembang setelah era reformasi di mana komunikasi, teknologi informasi, dan transportasi berkembang sangat pesat.

“Wahabi bukan teroris, Wahabi antiteror. Tapi ajarannya sedikit lagi menjadi teroris. Sedikit-sedikit sesat,dlolal, neraka, murtad. Orang seperti itu sedikit lagi, tinggal tunggu kesempatan atau kemampuan atau keberanian, bisa jadi teroris,” papar Pengasuh Pesantren As-Tsaqofah tersebut.

Ada beberapa bukti yang disampaikan Kiai Said terkait eratnya hubungan antara Wahabi dan terorisme, di antaranya adalah pelaku pengebomam Masjid Polres Cirebon (Syarifuddin), pengebom Hotel Ritz Carlton (Syaifuddin), dan pengebom gereja Bethel di Solo (Ahmad Yusuf). Mereka bertiga adalah alumni Pesantren Assunnah Cirebon di bawah asuhan Kiai Salim Bajri.

Dijelaskannya, saat ini Wahabi menjamur di mana-mana dan memiliki yayasan-yayasan untuk melakukan kaderisasi, diantaranya adalah Yayasan As-Sofwah di Lenteng Agung, Yayasan Al Faruq Jember, Yayasan Al Fitroh Surabaya, Yayasan Umar bin Khattab di Mataram, Yayasan Ulil Albab di Bandar Lampung dan lainnya. Menurut Kiai Said, yayasan tersebut menerima dana dari orang-orang Arab Saudi yang diorganisir dan dikumpulkan jadi satu, bukan dari pemerintahan Arab Saudi.

Dengan masifnya perkembangan gerakan-gerakan Islam yang berlandaskan asas radikalisme. Kiai Said mengajak umat Islam di Indonesia untuk terus menerapkan Islam yang rahmatal lil ‘alamin.

Tidak ada komentar: