Kumpulan tausyiah Habib Lutfi Pekalongan 21 Januari 2017

Petikan Catatan Tausiyah Mawlana al Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
Tidak bosan kita senantiasa selalu membaca Maulud sebagai bukti perwujudan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas kelahirannya Baginda Nabi SAW. sumber dari segala nikmat. Tidak pernah bosan. Semoga berkah membaca shalawat kita senantiasa mengharap Rahmat dari Allah SWT kepada kita semua.
Ketahuilah… betapa satu bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW mampu menghilangkan siksa kubur bagi lima puluh orang, apalagi berpuluh-puluh atau beratus-ratus kali, padahal orang tersebut tidak menunjukkannya kepada mereka (orang-orang yang sedang disiksa), tapi inilah bukti kemurahan Allah bagi siapapun yang mencintai dan mengagungkan Kekasih-Nya Muhammad Rasulullah SAW..
Dijelaskan dari kitab Mukasyafatul Qulub susunan Hujatul Islam al Imam al Ghazali;
جاء في الخبر عن النبي صلي الله عليه وسلم انه قال : ان الله تعالي خلق ملكا له جناح في المشرق وجناح في المغرب ورأسه تحت العرش ورجلاه تحت الارض السابعة وعليه بعدد خلق الله تعالي ريش , فاذا صلي رجل او امرأة من امتي علي , امره الله تعالي ان ينغمس في بحر من نور تحت العرش فيه , فينغمس فيه , ثم يخرج وينفض جناحه فيقطر من كل ريشة قطرة فيه , فيخلق الله تعالي من كل قطرة ملكا , يستغفر له الي يوم القيامة .
Telah datang khobar dari Nabi shollallohu alaihi wasallam sesungguhnya beliau bersabda :
” Sesungguhnya Allah ta’ala menciptakan malaikat yang mempunyai satu sayap di timur dan satu sayap di barat, kepalanya di bawah arsy, kedua kakinya berada di bawah bumi ketujuh dan Malaikat ini mempunyai bulu sebanyak hitungan makhluknya Allah ta’ala.
Ketika salah seorang dari ummatku baik laki-laki maupun perempuan membaca sholawat kepadaku, maka Allah ta’ala memerintahkan kepada malaikat tersebut untuk menceburkan diri kedalam lautan dari cahaya yang berada di bawah ‘arsy.
Lalu malaikat menceburkan diri kedalamnya kemudian keluar dan mengkibas-kibaskan sayapnya, maka meneteslah dari setiap bulu satu tetes.
Kemudian Allah ta’ala menciptakan dari setiap tetesnya satu malaikat yang memintakan ampun untuk orang yang membaca sholawat tadi sampai hari kiamat. ”
قال بعض الحكماء سلامة الجسد , قلة الطعام , وسلامة الروح في قلة الآثام , وسلامة الدين في الصلاة علي خير الانام
Sebagian ulama’ ahli hikmah berkata :
” Selamatnya jasad dalam sedikitnya makan, selamatnya ruh dalam sedikitnya dosa dan selamatnya agama dalam bersholawat kepada makhluk terbaik ”
Orang yang berdakwah itu bukan saja hanya yang di atas podium, tetapi para pendengar penyimak pun termasuk dakwah.
Pentingnya sejarah dakwah para sesepuh leluhur kita didalam memperjuangkan menyebarkan ajaran agama Islam yang rahmatan lil 'alamin.

     style="display:inline-block;width:300px;height:250px"
     data-ad-client="ca-pub-5240515354681639"
     data-ad-slot="5841468058">

Catatan Habib M Lutfi Pekalongan

Catatan Pengajian Kliwonan 20 Januari 2017

Sebetulnya Bab wilayah atau kewalian dalam kitab Jami' Ushul fi al-Auliya adalah hanya untuk pengetahuan kita semua. Dari pelajaran itu kita ambil poin-poinnya saja. Adapun ahwal (perbuatan) dan amaliah para wali Allah sulit untuk bisa kita takar.

Jangan ingin menjadi wali. Tapi yang seharusnya kita lakukan adalah bertanya, apa sebab beliau diangkat oleh Allah Swt. menjadi waliNya? Sebabnya hanya satu, yang terdiri dari dua hal, yakni ketaatannya kepada dua orangtua dan gurunya. Ini yang perlu kita tiru.

Kalau orang awam melakukan mujahadah malam, ibadah malam, membaca dzikir, membaca ayat sekian, membaca tasbih sekian, (hal itu dilakukan) menunggu kalau utangnya banyak, mendapat musibah dan cobaan. Atau (mendapat) sesuatu yang menjadikan susah pada dirinya, baru dia mencari kuncinya untuk mendekat kepada Allah Swt. Saat sudah berhasil terkadang lupa lagi pada Allah. Wajar-wajar saja karena kita tingkatannya orang awam, allahumma ma'lum, salah 3 dapatnya 7, salah 5 dapat(nilai)nya masih 8.

Tapi kalau tingkatan para wali Allah, benar semua malah dapatnya nol. Kenapa, karena tidak merasa. Apa yang telah dikerjakan tidak ke pribadi, melainkan dikembalikan semua dari dan kepada Allah Swt. Tidak merasa memiliki. Kalau menghadap kepada Allah Swt., ia melupakan semua yang sudah dibacanya, sudah dapat sekian khataman setiap malamnya, berdzikir sekian ribu kali. Beliau (wali Allah) tidak pernah mengingat-ingatnya di hadapan Allah Swt. Itu semata-semata ketaatan kepada Allah Swt.

Saat mendapatkan ijazah 'Bismillah' (misalnya) dari seorang kiai, dibaca sekian kali agar usahanya lancar, tokonya laris, rejekinya banyak, untungnya banyak, dan lain sebagainya. Ketika dibaca (diamalkan) yang dibayangkan adalah usaha lancar, toko laris, rejeki dan untung yang banyak, ia lupa kepada Allah Swt, karena yang diingat adalah khasiatnya Bismillah (bukan Allah). Akhirnya mampir dulu, sehingga pantas jika tidak diberi langsung. Jika hatinya lepas (dari hal tersebut) dan betul-betul hanya ingat Allah, maka pasti akan diberi langsung.

Para wali Allah akan malu jika melakukan hal demikian. Para wali di hadapan Allah Swt. itu faqir, tidak merasa punya amaliah kebaikan sedikit pun dan tidak pula merasa bisa begini dan begitu. Hatinya selalu dibersihkan, tashfiyatul qulub watazkiyatun nufus, terus berusaha (bermujahadah) setiap malamnya.

Nah kalau tingkatan kita (awam), boro-boro. Alhamdulillah ada hadits Baginda Nabi Saw., "Kelak manusia akan dikumpulkan dengan orang-orang yang dicintainya." Kita bisa berdoa, "Allahumma amin". Semoga dikumpulkan bersama beliau, setiap shalat kita membaca "Ihdinasshirathal mustaqim". Dan berdoa (QS. an-Nisa ayat 69-70):

مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
ذَٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ عَلِيمًا

Kunci yang pertama taat kepada dua orangtua, ini tangga/pintu yang paling luar biasa. Yang kedua adalah taat kepada guru. Taat kepada dua orangtua bukan sekadar taat-taat saja. Tapi ketaatan itu selalu menggugah kembali jasa-jasa orangtua kita pada diri kita. Kalau kita sering dzikrul walidain, mengingat dua orangtua, nasihatnya, bahkan jika sempat ditulis. Itu merupakan bagian dari dzikrul walidain, taat kepada dua orangtua. Karena dengan menceritakan kedua orangtua akan menambahkan kecintaan kepada mereka.

Nah bagaimana kalau Baginda Nabi Saw. Kalau kita sering membaca shalawat, otomatis akan semakin "dzikrun Nabiy" (mengingat Nabi), dan lama-lama akan muncul haya', malu kepada Baginda Nabi Saw.

Sifat manusiawi, timbul perasaan luar biasa jika cintanya kepada lawan jenis diterima. Dia akan menjaga cintanya betul-betul dan berusaha selalu jujur. Sangat takut putus cinta. Padahal diterimanya cinta tersebut dari lawan jenis tidak menjadi jaminan selamat dari siksa neraka. Tapi kepada dan dari Baginda Nabi Saw. itu menjadi jaminan, illa man aba (kecuali yang enggan/lari).

Ketika ayat turun, "Walasaufa yu'thika Rabbuka fatardha", Rasulullah tidak ridha kalau salah satu ummatnya masuk ke dalam api neraka, kecuali orang yang "aba", yang lari dari Baginda Nabi Saw. Jaminan bagi yang cinta kepada Nabi Saw., pasti akan mendapatkannya sebagaimana permintaan Nabi Saw. kepada Allah Swt. Anehnya, kita tidak pernah takut putus cinta kepada Baginda Nabi Saw.

Padahal saat seseorang putus cinta dengan lawan jenisnya, dia gandrung, bikin puisi sendiri, bikin sajak sendiri. Kalau dengar lagu-lagu yang berkenaan dengan waktu dia bercinta dengan seseorang masih terngiang sekalipun bagi orang lain tidak enak. Tapi orang ini senang karena lagu itu mempunyai kenangan, dingat-ingat terus. Masa dengan Baginda Nabi Saw. tidak, aneh bin ajaib, mestinya kita harus takut putus cinta dengan Baginda Nabi Saw.

Berangkat dari birrul walidain tadi dan berangkat dari taat kepada para masyayikh (guru) kita, itulah kunci-kuncinya. Meskipun ilmunya sundul langit jika dengan dua orangtuanya tidak taat, jangan diharap ilmunya manfaat. Begitu juga kaya sekaya apapun tapi sama orangtua tidak taat, jangan diharap dunianya barokah, bagai air yang cepat habis.

Maka dari itu kita tadi mendengarkan keterangan bab wilayah (kewalian), kita hanya mengambil khulashah (ringkasan) orang-orang yang diangkat oleh Allah Swt. menjadi para waliNya, yakni dengan birrul walidain dan taat kepada gurunya. Itulah yang menjadi sebab mengantar dirinya mendapat "Ridhallah fi ridhal walidain". Kita kembalikan juga "Ridhallah fi ridha rasulih", untuk ummat. Dan kita mengharapkan ridha Rasulullah Saw., karena apakah ridha orangtua lebih bernilai dari ridha Nabi Saw.? Untuk bisa menggapai keridhaan Nabi Saw. harus mencapai keridhaan orangtuanya. Baru kita akan mencapai ridha Allah Swt.

(Disampaikan oleh Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pada Pengajian Rutin Jum'at Kliwon, 20 Januari 2017).

#LiputanAdmin

Ilmu untuk bisa menterjemahkan Al Qur'an

SEBELUM ANDA INGIN MENAFSIRKAN AL QUR'AN, KUASAI DULU 15 BIDANG ILMU BERIKUT INI :

1. Ilmu Lughat (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata al Quran. Mujahid rah.a. berkata, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka tidak layak baginya berkomentar tentang ayat-ayat al Quran tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang lughat tidaklah cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jika mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Bisa jadi kata itu mempunyai arti dan maksud yang berbeda.
.
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), Sangat penting mengetahui ilmu Nahwu, karena sedikit saja I’rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti perkataan itu. Sedangkan pengetahuan tentang I’rab hanya didapat dalam ilmu Nahwu.
.
3. Ilmu Sharaf (perubahan bentuk kata), Mengetahui Ilmu sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya. Ibnu Faris berkata, “Jika seseorang tidak mempunyai ilmu sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak hal.” Dalam Ujubatut Tafsir, Syaikh Zamakhsyari rah.a. menulis bahwa ada seseorang yang menerjemahkan ayat al Quran yang berbunyi:

“(Ingatlah) pada suatu hari (yang pada hari itu) kami panggil setiap umat dengan pemimpinya. “(Qs. Al Isra [17]:71)

Karena ketidaktahuannya tentang ilmu sharaf, ia menerjemahkan ayat itu seperti ini: "Pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka.” Ia mengira bahwa kata ‘imaam’ (pemimpin) yang merupakan bentuk mufrad (tunggal) adalah bentuk jamak dari kata ‘um’ (ibu). Jika ia memahami ilmu sharaf, tidak mungkin akan mengartikan ‘imaam’ sebagai ibu-ibu.
.
4. Imu Isytiqaq (akar kata), Mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah penting. Dengan ilmu ini dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang artinya menyentuh atau menggerakkan tangan yang basah ke atas suatu benda, atau juga berasal dari kata ‘masahat’ yang berarti ukuran.
.
5. Ilmu Ma’ani, Ilmu ini sangat penting di ketahui, karena dengan ilmu ini susunan kalimat dapat di ketahui dengan melihat maknanya.
.

6. Ilmu Bayaan, Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.
.
7. Ilmu Badi’, yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas juga di sebut sebagai cabang ilmu balaghah yang sangat penting dimiliki oleh para ahli tafsir. Al Quran adalah mukjizat yang agung, maka dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan al Quran dapat di ketahui.
.
8. Ilmu Qira’at, Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat di antara makna-makna suatu kata.
.
9. Ilmu Aqa’id, Ilmu yang sangat penting di pelajari ini mempelajari dasar-dasar keimanan, kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi Allah swt. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat:

“Tangan Allah di atas tangan mereka.” (Qs. Al Faht 48]:10)
.
10. Ushul Fiqih, Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil
dan menggali hukum dari suatu ayat.
.
11. Ilmu Asbabun-Nuzul, Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat al Quran. Dengan mengetahui sebab-sebab turunnya, maka maksud suatu ayat mudah di pahami. Karena kadangkala maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya.
.
12. Ilmu Nasikh Mansukh, Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah di hapus dan hukum yang masih tetap berlaku.
.
13. Ilmu Fiqih, Ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai hokum-hukum yang rinci akan mudah mengetahui hukum global.
.
14. Ilmu Hadist, Ilmu untuk mengetahui hadist-hadist yang menafsirkan ayat-ayat al Quran.
.
15. Ilmu Wahbi, Ilmu khusus yang di berikan Allah kepada hamba-nya yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi SAW
“Barangsiapa mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui.”
.
Juga sebagaimana disebutkan dalam riwayat, bahwa Ali r.a. pernah ditanya oleh seseorang, “Apakah rasulullah telah memberimu suatu ilmu atau nasihat khusus yang tidak di berikan kepada orang lain?” Maka ia menjawab, “Demi Allah, demi Yang menciptakan Surga dan jiwa. Aku tidak memiliki sesuatu yang khusus kecuali pemahaman al Quran yang Allah berikan kepada hamba-Nya.” Ibnu Abi Dunya berkata, “Ilmu al Quran dan pengetahuan yang didapat darinya seperti lautan yang tak bertepi.
.
Ilmu-ilmu yang telah diterangkan di atas adalah alat bagi para mufassir al Quran. Seseorang yang tidak memiliki ilmu-ilmu tersebut lalu menfsirkan al Quran, berarti ia telah menafsirkannya menurut pendapatnya sendiri, yang larangannya telah di sebutkan dalam banyak hadist. Para sahabat telah memperoleh ilmu bahasa Arab secara turun temurun, dan ilmu lainnya mereka dapatkan melalui cahaya Nubuwwah.

.
Iman Suyuthi rah.a. berkata, “Mungkin kalian berpendapat bahwa ilmu Wahbi itu berada di luar kemampuan manusia. Padahal tidak demikian, karena Allah sendiri telah menunjukkan caranya, misalnya dengan mengamalkan ilmu yang dimiliki dan tidak mencintai dunia.”
.
Tertulis dalam Kimia’us Sa’aadah bahwa ada tiga orang yang tidak akan mampu menafsirkan al Quran:
.
(1) Orang yang tidak memahami bahasa Arab.
.
(2) Orang yang berbuat dosa besar atau ahli bid’ah, karena perbuatan itu akan membuat hatinya menjadi gelap dan menutupi pemahamannya terhadap al Quran.
.
(3) Orang yang dalam aqidahnya hanya mengakui makna zhahir nash. Jika ia membaca ayat-ayat al Quran yang tidak sesuai dengan pikirannya (logikanya), maka ia akan gelisah. Orang seperti ini tidak akan mampu memahami al Quran dengan benar.
Wallohu a'lam